Jumat, 06 April 2012

Tulisan 5


Kumpulan Artikel Mengenai Perjuangan Aceh

TRAGEDI BANTAQIYAH: LADANG PEMBANTAIAN BARU DI ACEH
Laporan Mukhtaruddin Yakub(Wartawan Buletin NANGGROE, WALHI Aceh)

Pembantaian Itu Saudah (21) tak mampu buka suara. Mulutnya kaku dan gemetaranmenatap gundukan tanah dari salah satu kuburan massal tanpanisan yang dibongkar Kamis (29/7) lalu. Jenasah-jenasah di duakuburan massal itu digali untuk dikuburkan kembali secaraislami. Ia menanti dengan harap-harap cemas kalau suami, ayahserta iparnya berada di sana. Air bening tak kuasa dibendungdan terus membasahi kelopak matanya. Ait matanya kian derasmembaur dengan guyuran hujan. Putri bungsunya, Zubaidah yanghari itu datang bersama saudara tertuanya, Karmila terusmerengek minta pulang untuk bertemu ayah tercinta. Zubaidah, (1,5) menangis minta bertemu ayahnya. Putri ketigaSaudah ini tak henti-hentinya menanyakan ke mana sang ayahpergi. Bocah seusia Zubaidah tak tahu apa yang sedang menimpaorang tuanya. Ia meronta dalam gendongan ibunya seraya terusmenuntut bertemu ayahnya. Sementara Karmila (6,5) yang barusaja didaftarkan di sebuah SD kawasan itu terpaku tanpa mampumembaca suasana. Karmila mungkin sangat terpukul, karenaseminggu lalu ia baru saja dipapah ayahnya masuk sekolah.Setiap berangkat dan pulang sekolah, Karmila senantiasadijemput sang ayah.
Sekarang entah siapa yang akanmenemaninya.

 Sejak peristiwa itu, Karmila bukan saja tanpateman, tapi juga kehilangan kesempatan bersekolah. Ia belumdiizinkan ibunya sekolah sebelum hari kemalangan berlalu. Zubaidah dan Karmila adalah dua dari tiga bersaudara pasanganSaudah-Samsuar. Kedua anak ini tidak saja kehilangan ayah,tapi juga ditinggal pergi kakek dan paman tercinta. BersamaSamsuar (27), Abdul Manaf (45), dan M. Ali (25), jadi korban pembantaian Tragedi Bantaqiyah. Sementara korban lain yang tewas M. Harun (18), Zubir (25), Usman bin Bantaqiyah (29), M.Din (45), Tarmizi (32), M. Husen (42), Samin (28), Jamaluddin(29), Suhaimi (35), M Amin M (32), Jamalulhadi (27). Diantara 32 korban, 17 orang warga Blang Beurandeh. Sisanyamasih penduduk pemukiman Beutong Ateuh. Keluarga dekat Bantaqiyah bersama masyarakat menata kembalikuburan massal itu. Peristiwa ini mengingatkan kembalikebrutalan TNI pada masa pemberlakuan DOM. Ketika itumasyarakat mendapatkan mayat-mayat ditindih begitu saja dalambeberapa liang yang sangat sempit. Bantaqiyah dikubur bersamaanak dan 23 korban lainnya yang ditanam dalam sebuah liangpersis di belakang rumahnya. Sisanya 7 mayat ditanam di kakibukit sekitar 50 meter dari bangunan utama dayah Bantaqiyah. Membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk menggali kuburan massalpertama. Para penggali harus hati-hati, karena posisi mayattidak beraturan dan kedalamannya hanya 50 cm. Sosok mayat itusebagian besar sudah mengelupas serta mengeluarkan bau taksedap. Rencana mengangkat mayat-mayat itu diurungkan, karenakondisi sudah sangat mustahil dilaksanakan.

 Kedua kuburan massal yang berada di belakang deretan bangunan darurat dayahTgk Bantaqiyah hanya diberi siraman air ritual sekaligusditutup dengan kaian kafan sebagai simbol tajhiz (memandikan,menga- fani, mensalatkan, dan menguburkan). Semula, dokter Puskesmas Babussalam merencanakan melakukanotopsi dengan seizin keluarga korban. Namun rencana otopsiakhirnya dibatalkan atas permintaan keluarga pula. "Untuk apalagi kita otopsi. Kami sudah rela, biarlah arwah merekaistirahat dengan tenang," pinta Jamaluddin, Kepala Desa BlangBeurandeh yang juga kehilangan seorang putranya.
Selain itu masyarakat juga menemukan 20 sosok mayat berserakandi jurang-jurang sekitar kilometer 7 lintas arah Takengon,Aceh Tengah. Namun masyarakat setempat hanya bisa menguburkan10 dari 20 korban. Sisanya masih berada di jurang. Karenakondisinbya sudah sangat membusuk, masyarakat tak mampumelakukan penguburan. Kesepuluh mayat itu masih berserakan dilintas Takengon-Beutong Ateuh. Sementara itu 4 warga Blang Beurandeh dan 1 warga Blang Puukhingga saat ini belum ditemukan. Mereka adalah Tgk M. Din, 41,M Janata, 28, M. Ali B, (35) Abdul Wahid (26) dan Saidi (38). Misteri antara kematian Tgk Bantaqiyah, ganja dan GAM belumterkuak juga. Tuduhan aparat keamanan terhadap suaminyamenanam ganja sama sekali tak beralasan. Menurut isterikeduanya Aman Farisah, 32, suaminya baru kembali ke Beutong28 Mei 1999 lalu. Sedianya ayah 10 anak ini tak ingin lagimenyeleng- garakan pengajian. Namun atas permintaan masyarakatsetempat, Tgk Banta akhirnya bersedia juga mengajar kembali warga setempat.

Setiap Jumat, penduduk setempat belajar AlQuran dan kitab di sebuah balai utama hingga pecahnyaperistiwa berdarah itu. Menurut Aman Farizah, kira-kira pukul 11.00 siang ratusanpersonil TNI datang secara tiba-tiba seraya berteriak memintapeserta pengajian berkumpul. Di sela perintah itu, aparatmelempari rumah penduduk dengan batu dan kayu sehingga membuatmereka berlarian keluar. Peserta pengajian pun turun menurutiperintah petugas. Aparat berteriak menanyakan Bantaqiyahhingga pimpinan dayah itu keluar dari rumahnya. Antara aparat dan Bantaqiyah sempat terjadi dialog, namun takada yang tahu apa yang dibicarakan. Sementara pasukan lainmelepaskan tembakan membabi buta tanpa memberi aba-aba.Bantaqiyah berteriak menyuruh warga tiarap. Rentetan pelurumemecahkan keheningan desa. Korban bergelimpangan, darahmuncrat dari tubuh korban. Satu-persatu mereka rubuh diterjangpeluru tajam jahanam. Mereka tewas bersimbah darah di dalampekarangan pesantren Bantaqiyah. Beberapa saksi mata menuturkan, penembak Bantaqiyah bukanpasukan pembantai 51 warga lain. Ia hanya sempat dikurungpasukan dari Aceh Tengah itu, namun ada tembakan dari arahlain yang berhasil menewaskan Bantaqiyah. "Saya sangatterpukul dengan Tragedi Bantaqiyah," ujar Camat Beutong, Drs.Teuku Bantasyam Puteh. Masyarakat memungut sosok mayat yang sudah tak utuh lagi padaSenin dan Selasa berikutnya atau sehari setelah pembantaianini terbongkar. Korban seluruhnya rakyat sipil tak berdosa.Tgk Bantaqiyah yang menjadi incaran mereka turut menjadikorban bersama jemaahnya lainnnya. Bantaqiyah tewas setelahtembakan ketiga. Sebelumnya, Tgk Banta -begitu panggilanakrabnya- sempat dihantam dengan peluru jenis PSD 83 tetapitak mempan. Akhirnya ia dihantam dengan senjata anti personil. Deretan daftar kuburan massal di Aceh bertambah panjang.Setelah pembantaian pada masa DOM , Simpang KKA, kini lembahBeutong Ateuh, 340 km barat Banda Aceh jadi cerita.

Pemukiman Itu Pemukiman Beutong Atueh yang dihuni kurang lebih 800 kepalakeluarga itu terletak persis di antara himpitan pegununganBukit Barisan. Daerahnya subur, cuma sayang sangat terisolirdan terbelakang. Pekerjaan mereka selain bertani, mencari kayubakar di hutan. Pemukiman yang dibelah sungai penuh bebatuanitu tercemar darah sudah. Tragedi pada hari Jumat (23/7) lalutelah meremukkan jiwa rakyat di sana. Puluhan perempuankehilangan suami, tak kurang 25 orang yatim kehilangan ayah,dan puluhan ayah kehilangan anak. Pembantaian ini baru terungkap Minggu(26/7) setelah dilaporkan salah seorang wargaBeutong yang lolos ke kota kecamatan. Beutong memang kerap jadi berita. Setelah kasus Tgk Bantaqiyahdengan jubah putihnya akhir 1987, giliran kebun ganja heboh disana. Nah, setelah Bantaqiyah dibebaskan, lagi-lagi Beutongmenggores kisah. Apakah karena Bantaqiyah? Tidak juga. Yangpasti lembah itu telah tertumpahi darah putera-putera pemiliksah bumi Aceh. Menurut warga setempat, Tgk Banta bukan mafia ganja yangdituduhkan ABRI selama ini. Kalangan masyarakat menyebutBantaqiyah seorang guru mengaji di Blang Beurandeh, tempat iamendirikan dayah (tempat kegiatan keagamaan). Di atas tanahseluas 3,000 meter, Tgk Banta mendirikan sebuah masjidsederhana. 

Di samping masjid ini dibangun sebuah balai besartempat pengajian berlangsung. Bantaqiyah bersifat terbuka. Ia menerima siapa pun yang inginmenuntut ilmu. Para tamu berdatangan dari hampir seluruh Aceh.Mereka hanya beberapa hari menuntut ilmu yang kemudian kembalike tempat asal masing-masing. Bantaqiyah menyelenggarakan tradisi puasa 7, 14, 40 dan 44hari sebagai persyaratan menuntut ilmunya. Berbagai lapisanmasyarakat datang menimba ilmu dari Bantaqiyah. Bahkan menurutkalangan dekat Bantaqiyah, salah seorang perwira Kopassuspernah berlajar ilmu dari Bantaqiyah. Namun tidak selesaikarena keburu dipulangkan ke markasnya. Kasus Jubah Putih sempat menghebohkan Aceh pada tahun 1987lalu. Saat itu Bantaqiyah nyaris ditangkap karena dianggapmenyebarkan aliran sesat. Namun kegiatan pengajian berlangsungterus. Hanya saja jubah putih tak lagi memasuki kota. Padaakhir 1993, Bantaqiyah ditangkap dengan dalih memiliki kebunganja dan memperalat muridnya menanam ganja. Bantaqiyahdituduh memasok ganja untuk membantu perjuangan GPK Aceh.Bantaqiyah dijebloskan ke penjara hingga akhirnya divonis 20tahun lewat UU Anti Subversi. Kompleks dayah Bantaqiyah diapit perbukitan dan aliran sungaijernih. Ia mendiami kompleks itu bersama dua isteri dan satumenantunya. Istri pertama Nursiah, dikawini sejak 30 tahunlalu. 

            Dari isterinya ini Bantaqiyah dikarunia 8 anak. Isterikeduanya Aman Farisah, berasal dari Bireun, Aceh Utara. Dariisteri kedua, Bantaqiyah dianugerahi dua putra yang masihbocah. Perkampungan Beutong Ateuh berada di lembah layaknya settingfilm The Killing Field yang tenar tenar itu. Daerah ini sulitdijangkau masyarakat asing. Selain tanpa transportasi reguler,untuk mencapai Beutong Atueh harus menempuh perjalanan panjang
selama 5-7 jam dari Meulaboh, ibukota Aceh Barat. Itu pun jikamenggunakan kenderaan jenis jeep seperti Toyota Land Cruiser,misalnya. Jalan menuju ke Beutong Ateuh baru saja dibuka pemerintahsekitar 10 tahun lalu. Medan lumpur, tanjakan tajam sertaancaman jurang serta bebatuan cadas acap membahayakanperjalanan. Masyarakat Beutong Ateuh jika ingin turun gunungharus menunggu jadwal angkutan spesial dua hari sekali denganongkos Rp 25.000 per orang untuk jarak tempuh 90 km. Suhu dingin dan balutan kabut kadang kala membuat penggunajalan berpikir seribu kali kalau ingin ke Beutong. Belum lagiancaman binatang buas yang kerap mengintai manusia. Tapi,anehnya bagi sebagian masyarakat Beutong, dalam suasana alamyang menyeramkan itu, mereka berani jalan kaki hingga tigakali 24 jam untuk mencapai kota kecamatan. Lintas jalan Beutong Ateuh-Meulaboh relatif lembab. Curahhujannya sangat tinggi. Sewaktu-waktu bisa turun hujan yangmengakibatkan terhambatnya perjalanan. Wartawan Nanggroebersama rombongan LSM dan pers dari Banda Aceh harus mandilumpur untuk menjinakkan medan dataran tinggi Bumi Teuku Umaritu. Puncak gunung Singgahmata dengan ketinggian 4,000 kaki daripermukaan laut terkenal dengan medannya yang berat.Singgahmata selalu dibungkus kabut dingin, jalan-jalan penuhbatu cadas serta jurang terjal. Di sisi lain perbukitan yangrawan longsor akibat perambahan hutan besar-besaran padawaktu-waktu sebelumnya. Pada posisi 70 km dari Meulaboh itu, kami terpaksa istirahatsambil menyantap makanan siang yang molor hingga pukul 16.00WIB. Dengan kondisi gemetaran menahan dingin, satu persatubulir nasi disantap guna menaikkan suhu badan. Kopi panas atauteh hangat sama sekali tak bisa dinikmati karena dikalahkanoleh suhu yang bisa anjlok hingga 10 derajat celsius. Beberapakali mobil yang kami tumpangi kandas, dan nyaris tak mampumelanjutkan perjalanan. Kehandalan mobil tak bisa diharapkanjika tak ada mobil lain yang bisa membantu. Tikungan tajamditemui hampir di sepanjang jalan. Setiap 500 meter terdapattikungan patah. Sepanjang perjanan, beberapa warga BeutongAteuh yang terlanjur mengungsi ke kota kecamatan ketakutan danlari ke hutan ketika mendengar deru mesin mobil. Setelah menempuh perjalanan panjang, rombongan tiba di BlangBeurandeh menjelang maghrib. Disambut isak tangis danratapan, rombongan dipandu menuju desa-desa sekitar. Seluruhpenduduk berebutan memberi kesaksian kepada tamu semalam itu. "Kamoe hantem lee tinggai di sino, eunteuh jitimbak lom,"
(Kami tak mau lagi tinggal di sini, nanti ditembak lagi)begitu lapor mereka sambil meraung. Selesai meninjau, rencana pembongkaran kuburan diurungkanhingga esok hari, Kamis (29/7). Rombongan disambut hangatdengan secangkir kopi gunung beserta makan malam secarameriah. Wajah-wajah sedih sedikit berubah mengguratkan harapanketika mereka tahu telah dikunjungi rombongan wartawan. Kamisempat was-was bila para pembantai datang lagi dan aksinya takakan diketahui hingga tiga hari. Kawasan Beutong hari itu telah dihuni aparat baru dari GeganaPolri, Kelapa Dua Jakarta. Mereka mengawasi dengan curigasetiap gerak-gerik masyarakat yang bisa-bisa ada kelompokGAMnya. Jumlah mereka tidak kurang dari satu kompi. Merekadidrop dari Jakarta melalui Aceh Tengah. "Sebenarnya kami ingin cepat-cepat pulang, buat apa lama-lama,kan kita rindu juga dengan keluarga," ujar salah seorangprajurit. Daerah ini kaya sumber daya alam. Masyarakat, di sampingberkebun, ada juga yang bertani meskipun tidak semeriah daerahpesisir. Masyarakat Beutong Ateuh umumnya buta huruf. Diantara ratusan KK hanya satu SD yang bercokol di kawasan ini.Itu pun proses belajar mengajarnya berlangsung seadanya. Namunkondisi ini tidak menyurutkan minat masyarakat setempatmenyekolahkan anaknya atau menuntut ilmu agama. Selama ini satu-satunya pesantren yang ada hanya dayahBantaqiyah. Dayah ini dibangun dengan dana sekitar Rp 105 jutadari anggaran Rp 400 juta sejak 1987 lalu. 
            
         Dua tahun kemudianBantaqiyah turun ke kota menuntut status Aceh sebagai daerahistimewa segera direalisasikan. Pasukan Jubah Putih -begitulah rombongannya dikenal - mengarak bendera merahberlambang bintang bulan ke ibukota Aceh Barat. Pesantren Bantaqiyah terletak di desa Blang Beurandeh. Desaini satu-satunya desa yang berada di seberang sungai. PendudukBlang Beurandeh lebih sedikit dibanding desa tetangganya.Namun, Blang Beurandeh telah melahirkan seorang politisisekaligus pengacara handal Abdullah Saleh, SH yang sekarangmenjabat Wakil Ketua DPW PPP Aceh. Bangunan rumah penduduk terlihat sangat bersahaja. Umumnyaberkonstruksi kayu tanpa sentuhan ketam. Luas rumahnya punhanya mampu menampung dua hingga tiga kamar berukuran 3x3meter. Sumber air terjun yang ada di kawasan Beutong Ateuhbisa dimanfaatkan untuk pembangkit litsrik tenaga air (PLTA).Peralatan itu sebenarnya sudah didatangkan, namun hingga saatini masyarakat hanya memiliki lampu petromaks. Itu pundinyalakan hingga pukul 21.00 WIB. Jangan heran bila kawasan

Ini masih gelap gulita. Lembah Beutong sebenarnya strategis bagi daerah latihanmiliter. Sumber air yang memadai dan jalur distribusi logistikbisa didrop dari udara. Sekitar pemukiman terdapat datarantinggi yang subur, mampu menghidupkan mahluk apa saja. Tanamanganja pun bisa hidup sendiri tanpa perlu disemai. "Ganjatumbuh sendiri di hutan, masa dituduh masyarakat yang tanam,seperti yang dituduhkan kepada Tgk Bantaqiyah," bela T. CutAli, tokoh masyarakat setempat. Danrem 012/TU Kolonel Syarifuddin Tippe belum bisa memberiketerangan lebih lanjut. Kepada Nanggroe, Tippe menyatakanlaporan yang ditulis di media massa berdasarkan laporan KasieIntel Korem 011/LW Letkol. Inf. Sujono. Pihaknya sudahmengirimkan tim melakukan recheck bersama Danramil Beutong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar