Metodologi Ekonomi Islam
Konsep
Ekonomi Islam Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang
memberikan landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta
prinsip-prinsipnya, di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma
dan prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut
merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi
membuat kerangka di mana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat memanfaatkan
sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan produksi dan
mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan konsumsi.
Penjelasan Validitas sistem ekonomi
dapat diuji dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai
sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan lainnya, dan kemungkinannya untuk
berkembang dan tumbuh. Karena itu suatu sistem ekonomi tidak dapat diharapkan
untuk menyiapkan, misalnya, komposisi khusus barang-barang ekspor di negara
tertentu, fungsi produksi yang praktis bermanfaat atau secara matematik dapat
dikelola, atau rumusan mengenai bagaimana memperbesar fungsi-fungsi tuntutan
individual dalam tuntutan yang berskala nasional. Komponen-komponen teori
ekonomi seperti itu tidak dapat diawali dengan sistem tersebut karena
komponen-komponen itu timbul dalam aplikasi praktis sistem tersebut dalam
tatanan berbagai kondisi yang ada. Dengan melihat kondisi-kondisi ini dan dalam
kerangka sistem ekonomi yang berlakulah unsur-unsur teori ekonomi seperti bisa
dikembangkan, diuji dan diteorisasikan.
Sebagai konsekuensinya suatu sistem
untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan
Islam tentang kehidupan. Berbagai aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu
seharusnya ditentukan secara pasti dan proses fungsionalisasinya seharusnya
dijelaskan agar dapat menunjukkan kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun
demikian, perbedaan yang nyata, seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam
dan setiap tatanan yang bersumber padanya. Dalam literatur Islam mengenai
ekonomi, sedikit perhatian sudah diberikan kepada masalah ini. Sebagai
akibatnya, beberapa buku yang dikatakan membahas "sistem ekonomi
Islam" sebenarnya hanya berbicara tentang latar belakang hukumnya saja,
atau kadang-kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam. Kajian
mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai kajian
sisterm ekonomi, sama sebagaimana kajian terhadap tatabahasa yang hanya sedikit
menyinggung pembentukan keterampilan berpidato saja.
Selain itu, suatu pembedaan harus
ditarik antara bagian dari Hukum (Fiqh) Islam yang membahas hukum dagang
(Fiqhul-Mu'malat) dan ekonomi Islam. Bagian yang disebut pertama menetapkan
kerangka di bidang hukum untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan,
sedangkan yang disebut belakangan mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan
manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam
masyarakat Muslim Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam, tetapi ini
bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Sistem sosial Islam
dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh, atau bahkan lebih
banyak, terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya.
Tidak adanya pembedaan antara
Fiqhul-Mu'amalat dan ekonomi Islam seperti itu merupakan sumber lain dari
kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam. Beberapa buah buku
menggunakan alat-alat analisis fiqh dalam ekonomi, sedangkan buku-buku lain
mengkaji ekonomi Islam dari sudut pandang fiqh. Sebagai contoh, teori konsumsi
kadang-kadang berubah menjadi pernyataan kembali hukum Islam mengenai beberapa
jenis makanan dan minuman, bukan kajian mengenai perilaku konsumen terhadap
sejum1ah barang konsumsi yang tersedia, dan teori produksi diperkecil maknanya
sebagai kajian tentang hak pemilikan dalam Islam yang tidak difokuskan pada
perilaku perusahaan sebagai unit produktif.
Hal lain yang tidak menguntungkan
dalam membahas ekonomi Islam dalam peristilahan Fiqhul-Mu'amalat adalah bahwa
ancangan seperti itu, pada dasarnya, terpecah-pecah dan kehilangan keterkaitan
menyeluruhnya dengan teori ekonomi. Barangkali hal inilah yang menjadi sebab
tidak adanya teori moneter makroekonomik dalam semua literatur mengenai ekonomi
Islam.
Kajian tentang sejarah sangat
penting bagi ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi,
sebagai salah satu ilmu sosial, perlu kembali kepada sejarah agar dapat
melaksanakan eksperimen-eksperimennya dan menurunkan
kecenderungan-kecenderungan jangka-jauh dalam berbagai ubahan ekonomiknya.
Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi, yaitu sejarah pemikiran
ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu, badan-badan
usaha dan ilmu ekonomi (itu sendiri).
Baru sedikit yang dilakukan untuk
menampilkan sejarah pemikiran ekonomi Islam. Hal ini tidak menguntungkan karena
sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin politik muslim sudah
mengembangkan gagasan-gagasan ekonomik mereka sedemikian rupa sehingga
mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai para pencetus ekonomi Islam
yang sebenarnya. Penelitian diperlukan untuk menampilkan pemikiran ekonomi dari
para pemikir besar Islam seperti Abu Yusuf (meninggal th. 182 H), Yahya bin
Adam (meninggal th. 303 H), al-Gazali (meninggal tahun 505 H), Ibnu Rusyd
(meninggal th. 595 H), al-'Izz bin 'Abd al-Salam (meninggal th. 660 H),
al-Farabi (meninggal th. 339 H), Ibnu Taimiyyah (meninggal th. 728 H),
al-Maqrizi (meninggal th. 845 H), Ibnu Khaldun (meninggal th. 808 H), dan
banyak lainnya lagi.
Kajian tentang sejarah pemikiran
ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan sumber-sumber pemikiran
ekonomi Islam kontemporer, di satu pihak dan di pihak lain, akan memberi
kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya
ekonomi Islam kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi
dan aplikasinya.
Kajian terhadap perkembangan
historik ekonomi Islam itu merupakan ujian-ujian empirik yang diperlukan bagi
setiap gagasan ekonomi. Ini memiliki arti sangat penting, terutama dalam bidang
kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Namun peringatan terhadap adanya dua
bahaya perlu dikemukakan bila aspek historik Islam itu diteliti. Pertama,
bahaya kejumbuhan antara teori dengan aplikasi-aplikasinya, dan kedua,
pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya pertama muncul ketika para pemikir
ekonomi Muslim modem tidak membedakan secara jelas antara konsepsi Islam dan
aplikasi-aplikasi historiknya.
Hal ini tampak sangat jelas dalam cakupan
keuangan negara, karena hampir semua buku mengenai keuangan negara yang ada
dalam perpustakaan Islam kontemporer menganggap sumber-sumber negara sebagai
sumber-sumber yang ada pada masa negara Islam besar, sejak masa 'Umar bin
Khattab sampai masa Harun al-Rasyid. Sedikit sekali perhatian diberikan kepada
pengembangan teori tentang keuangan negara yang didasarkan atas Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW. Hal ini tercermin dalam penampilan histori keuangan negara
dalam Islam yang sedikit sekali memberikan ksempatan untuk menguji
aplikabilitasnya pada saat sekarang karena karena adanya perubahan suasana di
semua negara Islam.
Bahaya kedua muncul ketika para ahli
ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun waktu
sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan untuk mengancang Al-Qur'an dan
Sunnah itu secara langsung, yang pada gilirannya menimbulkan teori ekonomi
Islam yang hanya bersifat historik dan tidak bersifat ideologik.
Rancangan historik dalam kajian
terhadap ekonomi Islam itu kadang-kadang diterapkan dalam kaitannya dengan
masyarakat-masyarakat Muslim masa sekarang. Hal ini tercermin dalam ekonomi
Islam yang hanya berbicara tentang harta dan penghasilan, konsumsi yang tidak
semestinya dan sebagainya, bukan mengenai penanggulangan mekanisme
makroekonomik dari sistem ekonomi Islam itu. Tidak diragukan bahwa beberapa
persoalan di negara-negara Islam sekarang ternyata serius dan penting, dan
bahwa persoalan-persoalan tersebut seharusnya dibahas dalam kerangka ekonomi
Islam itu, namun bila sistem ekonomi Islam itu merupakan sistem yang pokok
bahasannya, misalnya, nasionalisasi industri dan penataan pemilikan tanah (land
reform), lantas apa yang akan terjadi setelah semuanya ini berhasil diraih? Apa
yang bisa dilakukan oleh sistem seperti, katakanlah, untuk industri yang telah
dirasionalisasi atau tanah yang (pemilikannya) telah ditata kembali itu?
Batas-batas antara sistem ekonomi
Islam yang bisa diaplikasikan terhadap perekonomian yang sehat dengan
pertumbuhan yang normal, di satu pihak, dan tindakan-tindakan darurat yang
dapat diambil oleh para pejabat penanggungjawab bidang perekonomian untuk
membahas masalah sementara seperti peran ketidakadilan dalam distribusi
barang-barang, atau kemiskinan, di pihak lain, seharusnya diberi demarkasi
(juga). Tanpa demarkasi seperti itu, ekonomi Islam akan menjadi kajian parsial
terhadap gejala-gejala peralihan yang akan menimbulkan pemborosan setelah
pembangunan negara-negara Islam itu, ini tidak berarti bahwa
persoalan-persoalan seperti persoalan-persoalan pembangunan itu tidak boleh
mendapatkan perhatian langsung dari para ahli ekonomi Islam itu, melainkan
harus diartikan bahwa persoalan-persoalan ini harus ditanggulangi dalam
kerangka teori umum ekonomi Islam yang mempertahankan relevansinya dengan semua
tahap pembangunan ekonomi dan suasana politik.
Diversifikasi literatur Islam modem
mengenai ekonomi timbul dari kesulitan inheren dalam jenis kajian ini. Sama
sekali tidak ada "Teori Ekonomi Islam" yang tertulis dalam
pengertiannya yang ketat. Selain itu, bahkan mungkin banyak orang berkeberatan
dengan digunakannya istilah "Teori Ekonomi" itu dengan alasan bahwa
bila suatu teori adalah penafsiran terhadap beberapa aspek realitas, berarti
bisa terdapat banyak teori yang bernafaskan nilai-nilai filosofik Islam dalam
penafsiran terhadap realitas ekonomi. Ketidakjelasan diantara kedua pandangan
ini telah mendorong sejumlah penulis untuk menampilkan pandangan yang sangat
sempit mengenai filsafat ekonomi Islam dan membingkainya dengan cara sangat terbatas
yang tidak sesuai dengan implikasi-implikasi teoretik nilai-nilai filsafat ini.
(Upaya pertama untuk menetapkan demarkasi batas-batas antara filsafat ekonomi
dalam Islam dan teori-teori ekonomi dari para penulis bidang ekonomi dilakukan
oleh as-Sadr pada tahun 1964. Dia diikuti oleh M.N. Siddiqi pada tahun 1971.
Kesulitan tipe kedua dihadapi tidak
hanya oleh penelitian di bidang ekonomi Islam tetapi oleh semua kajian yang
membahas berbagai aspek sosial Islam, ia muncul dari hakikat sumber-sumber
hukum Islam itu sendiri. Al-Qur'an dan Sunnah Al-Qur'an merupakan firman
(kalam) Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai petunjuk bagi
kehidupan perilaku manusia, Kitab Suci itu tidak tersusun dalam bagian dan bab,
yang masing-masing membahas, kehidupan manusia seperti Hukum, Politik, Ekonomi
dan sebagainya, dan juga tidak diberi judul-judul di dapat menemukan berbagai
aplikasi dan aturan yang bersumber daripadanya. Kadang-kadang ia merupakan
rincian yang tepat, misalnya, dalam kaitannya hukum waris. Dalam hal-hal lain
ia hanya menyinggung pemecahan secara garis besar, yang menunjukkan bahwa
seharusnya para 'ulama' dan pemikir Muslim dapat mengembangkan dan melengkapi
rincian-rincian yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip ini dan dengan memperhatikan
situasi yang ada.
Mengancang dan mengembangkan
teori-teori semacam itu adalah tugas para sarjana Muslim, dan hasil-hasil yang
diperoleh dari upaya-upaya ini tidak dapat dikaitkan baik dengan Allah maupun
dengan Al-Qur'an. Yang dapat dikemukakan mengenai hal ini bahwa ia adalah
pandangan (sarjana-sarjana) Muslim tetapi bukan pandangan Islam, karena
berbagai akibat dari situasi mereka terhadap teoretisasi tersebut tidak dapat
diingkari. Selain itu mereka tidak memiliki otoritas untuk menafsirkannya.
Memang tidak ada seorang pun
memiliki hak istimewa seperti itu. Sumber kedua, yaitu Sunnah, adalah pemahaman
dan aplikasi Nabi terhadap Al-Qur'an. Kesulitan yang ditampilkan oleh sumber
ini timbul dari kenyataan bahwa Nabi ketika itu, pada saat yang sama, adalah
juga kepala negara. Karena itu sangat sulit untuk dibedakan antara
sikap-sikapnya terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an yang bersifat permanen dan
mengikat untuk selama-lamanya, dan terhadap aturan-aturan yang terkait dengan
berbagai situasi di masa hayatnya, disamping kesulitan tersebut di atas. Upaya
pertama yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengangkat rincian-rincian
yang rumit megenai bidang ekonomi dari dalam Al-Qur'an dan Sunnah itu ke dalam
teori dilakukan pada tahun 1964, lagi-lagi, oleh as-Sadr.
Pernyataan terakhir dalam bagian
metodologi ini akan membahas alat-alat analisis. Literatur Islam yang ada
sekarang nengenai ekonomi mempergunakan dua macam metode. Pertama adalah metode
deduksi dan kedua metode pemikiran etrospektif. Metode pertama dikembangkan
oleh para ahli hukum Islam, Fl-lqalta', dan sangat dikenal di kalangan mereka,
diaplikasikan terhadap ekonomi Islam modern untuk menampilkan prinsip-prinsip
sistem Islam dan kerangka hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber
Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak
penulis Muslim kontemporer yang merasakan tekanan: kemiskinan dan
keterbelakangan di dunia Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap
persoalan-persoalan ekonomi umat Muslim dengan kembali kepada Al-Qur'an dan
Sunnah untuk mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan mengujinya
dengan memperhatikan Petunjuk Tuhan.
Kajian dalam pembahasan ini
mempergunakan kedua metode tersebut. Namun perlu disadari bahwa kedua metode ini
pada dasarnya diaplikasikan dalam kajian terhadap aturan-aturan dan
prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam tetapi hanya sedikit bisa diaplikasikan
dalam kajian terhadap makroekonomi dan keseimbangan umum dalam sistem ekonomi
semacam itu, atau bahkan dalam kajian terhadap teori-teori konsumsi dan
matematik tertentu. Karena itu kajian ini akan mengaplikasikan alat-alat
analisis matematik yang dikenal dalam teori ekonomi modern kapan saja dirasa
perlu atau dianggap bermanfaat. Memang sebenarnya metode yang digunakan para
Fuqaha pun sebenarnya bersifat matematik dalam semangat dan kecenderungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar